Kisah Nabi Yusuf Sang Penafsir Mimpi Yang Cerdas

Nabi Yusuf adalah nabi keturunan Israil, atau sering disebut sebagai Bani Israil. Sebab, Israil adalah nama lain dari Nabi Ya'qub yang mempunyai anak sebanyak 12 orang. Kedua belas orang inilah yang kelak menjadi 12 suku dalam Bani Israil pada zaman Nabi Musa.

Sejak kecil, Nabi Yusuf sudah mendapatkan ujian yang sangat berat. Karena merasa Yusuf diperlakukan istimewa oleh sang ayah, saudara-saudaranya yang lain merasa iri. Yusuf sering diperlakukan semena-mena. Bahkan, akhirnya, saudara-saudaranya membuang Yusuf ke sebuah sumur di kawasan Sinai.

Namun, Allah Swt. menyelamatkan Yusuf. la ditemukan oleh seorang pedagang karavan dari negeri Madyan yang sedang lewat di daerah itu untuk mengambil air di sumur. Lantas, Yusuf dibawanya untuk dijual di negeri Mesir, tepatnya di kota Fayoum. Saat itu, kota Fayoum merupakan kawasan yang menjadi tempat pemberhentian para pedagang karavan dari berbagai negara di sekitar Mesir.

Di Fayoum itulah, Yusuf dibeli oleh seorang pembesar bernama Potiphar, orang Hyksos yang dekat dengan keluarga istana. Namun, malang bagi Yusuf, istri Potiphar menyebabkan Yusuf dipenjara dengan tuduhan hendak memperkosanya. Padahal, yang terjadi sebenarnya adalah sebaliknya. Wanita yang di dalam al-Qur'an dikenal dengan nama Zulaikha ini sebenarnya yang membujuk Yusuf untuk berlaku serong. Rupanya, ia terpesona pada ketampanan Yusuf, namun Yusuf menolaknya dan berlari keluar ruangan. Celakanya, di depan pintu itu, ada sang suami. Dan, ia lebih percaya kepada istrinya daripada Yusuf. Maka, Yusuf pun masuk penjara tanpa proses pengadilan.

Akibat peristiwa tersebut, Yusuf harus mendekam di penjara selama 7 tahun. Akan tetapi, justru dari penjara inilah ia memperoleh ilmu hikmah untuk menakwilkan mimpi, yang kelak mengantarkannya menjadi orang kepercayaan Raja Mesir.

Sebagaimana dikisahkan dalam banyak riwayat, saat itu, Raja Mesir (Amenhotep IV, 1353 SM, dinasti ke-18) bermimpi ada tujuh ekor sapi kurus yang memakan tujuh tangkai padi yang gemuk. Sang Raja memerintahkan para pendeta pagan yang ada di Istana menafsirkan mimpinya, namun tidak ada yang mampu menakwilkan mimpi sang raja.

Melalui informasi beberapa orang dekatnya, sang Raja mengetahui bahwa Yusuf bisa menafsirkan mimpinya. Ternyata, atas kuasa Allah Swt, Yusuf bisa memberikan makna yang tepat tentang mimpi sang Raja itu. Yusuf mengatakan bahwa Mesir akan mengalami masa paceklik selama 7 tahun, setelah masa panen raya selama 7 tahun. Kemudian, Yusuf meminta kepada sang Raja agar dijadikan pemimpin untuk mengelola hasil bumi di kerajaan tersebut. Al-Qur'an mengisahkan kejadian ini sebagaimana berikut:

QS Yusuf 55
"Berkata Yusuf, 'Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya, aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan." (QS.Yusuf [12]:55)

Sang Raja mengabulkan permintaan Yusuf. Maka, atas bimbingan Allah Swt, Yusuf membangun kota Fayoum menjadi kota yang subur. Kesuburan kota ini, masih bisa kita saksikan hingga sekarang.

Kemakmuran kota Fayoum masih terlihat dengan jelas hingga saat ini. Kota ini merupakan suatu wilayah yang berselang-seling antara pertanian dan gurun, yang terletak sekitar 100 km dari Kairo.

Menurut catatan sejarah, Fayoum merupakan kota yang dibangun 2000 tahun SM. Di kota ini, terdapat peninggalan sistem pertanian pertama di dunia, dan sekarang masuk dalam warisan dunia oleh PBB. Rakyat Mesir percaya bahwa orang yang menemukan sistem pertanian tersebut adalah Nabi Yusuf.

Di kota Fayoum, terdapat sebuah kanal besar yang bersumber dari Sungai Nil sebagai aliran utamanya. Kanal ini dikenal sebagai Bahr Yusuf, alias Sungai Nabi Yusuf. Sebenarnya, bukan hanya kanal tersebut yang mengairi kawasan Fayoum, melainkan ada lagi dua kanal yang mengapit tepi-tepi kota Fayoum, yang bersumber dari sungai Nil. Menurut kepercayaan masyarakat Mesir, kanal-kanal inilah yang merupakan peninggalan Nabi Yusuf, yang hidup pada Zaman Pertengahan, Kerajaan Mesir Kuno, yaitu sekitar abad 17 SM.
Kota Fayoum
Kincir yang dipercaya sebagai hasil karya Nabi Yusuf di kota Fayoum
Mimpi Raja Mesir menjadi kenyataan. Ketika itu, sebagian besar kawasan Timur Tengah dilanda musim kering berkepanjangan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Nabi Yusuf pun dipercaya untuk mengatasi musim kering yang melanda selama 7 tahun berturut-turut. Untuk mengatasi musim paceklik ini, Nabi Yusuf membangun kota Fayoum untuk dijadikan lumbung makanan bagi negeri Mesir dan sekitarnya. Dan, selama 7 tahun menjelang datangnya musim paceklik itu, ia berhasil menumpuk makanan sebanyak-banyaknya dari hasil pertanian di kota Fayoum. Hasil kerja selama 7 tahun berhasil mengatasi paceklik selama 7 tahun berikutnya.

Kesejahteraan dan kemakmuran kota Fayoum juga dirasakan oleh penduduk negeri-negeri di sekitar Mesir. Di antaranya adalah Bani Israil yang tinggal di kawasan Palestina. Sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur'an, saudara-saudara Yusuf juga berdatangan ke Mesir untuk meminta bantuan makanan, dan mereka membawanya pulang ke Palestina, yang berjarak ratusan kilometer dari kota Fayoum.

Setelah saudara-saudaranya mengetahui bahwa Yusuf yang menjadi pembesar di kota Mesir, maka serombongan besar keluarga Nabi Ya'qub juga hijrah dan menetap di Mesir. Keluarga inilah yang kemudian menjadi cikal bakal bangsa Yahudi di Mesir. Dalam penelitian arkeologi modern, juga telah dibuktikan bahwa kawasan Fayoum ternyata pernah menjadi pemukiman bangsa Yahudi.

Nama "Fayoum" berasal dari bahasa Koptik, yaitu bahasa Mesir Kuno, yang sudah bercampur dengan bahasa Yunani: Phyom atau Pa-youm, yang bermakna danau atau laut. Penamaan kota ini karena di kawasan Fayoum memang terdapat danau cukup besar yang terbentuk sejak berabad silam. Danau tersebut memiliki ketinggian 45 meter di bawah laut. Sehingga, sulit menggunakan air danau untuk mengairi kawasan yang lebih tinggi di sekitarnya.

Lantas, bagaimana cara Nabi Yusuf mengalirkan air untuk mengairi daerah Fayoum yang posisinya lebih tinggi dari danau?

Di sinilah kecerdasan seorang Nabi Yusuf. la mengalirkan air dari sungai Nil yang berjarak sekitar 100 km ke danau itu. Ada beberapa kanal yang dilewatkan daerah pertanian seluas 340.000 ha di kota Fayoum. Untuk meratakan distribusi irigasinya, Nabi Yusuf menggunakan teknik kincir air. Ada ratusan kincir air yang dipakai oleh penduduk kota Fayoum hingga sekarang. Salah satunya adalah kincir raksasa yang diabadikan di tengah-tengah kota Fayoum, dekat kanal utama yang dikenal sebagai Bahr Yusuf atau kanal Nabi Yusuf.

Berkat kecerdasannya, Nabi Yusuf mampu membuat kota Fayoum sebagai lumbung bangsa Mesir. Kemakmuran kota ini pun masih bisa kita saksikan hingga saat ini. Berbagai hasil pertanian dikirim dari kota tua yang subur tersebut.

Nabi Ya'qub Mewarisi Keshalihan Ayah dan Kakeknya

Nabi Ya'qub adalah putra dari Nabi Ishaq. la diperkirakan lahir pada tahun 1837 SM, dan wafat pada 1690 SM. Ketika Nabi Ishaq berdakwah kepada kaumnya di Hebron, Nabi Ya'qub mendapat tugas berdakwah di daerah Syam (Suriah, sekarang). la juga berdakwah kepada bangsa Kan'an.

Di dalam al-Qur'an, tidak ada kisah tersendiri mengenai Nabi Ya'qub. Namun, namanya banyak disebut dalam kisah nabi-nabi yang lain, misalnya dalam kisah Nabi Ibrahim (kakeknya) dan Nabi Yusuf (putranya).

Cerita mengenai lahirnya Nabi Ya'qub dikisahkan dalam ayat al-Qur'an berikut:
QS Hud 11
"Dan, istrinya berdiri (di balik thai), lalu ia tersenyum. Maka, Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir putranya) Ya'qub." (Q.S. Huud [11]: 71)

Nabi Ya'qub mewarisi keshalihan ayah dan kakeknya. la selalu taat menjalankan perintah Allah Swt. dan senantiasa beribadah kepada-Nya. Hingga akhirnya, ia pun diangkat menjadi nabi dan rasul.

Dalam berbagai riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ya'qub memiliki dua belas orang anak, yang oleh Allah Swt. disebut dengan asbath (keturunan Ya'qub). Mereka adalah Nabi Yusuf, Bunyamin, Ruubil, Syam'un, Laawi, Yahuudza, Isaakhar, Zabilon, Daan, Naftaali, Jaad, dan Asyir.

Di antara sekian anak Nabi Ya'qub, yang paling tinggi kedudukan-nya, paling bertakwa, dan paling bersih hatinya, selain paling muda usianya, adalah Nabi Yusuf. Itulah sebabnya, Nabi Ya'qub memberikan perhatian dan kasih sayang lebih kepada Yusuf. Hal inilah yang kemudian menyebabkan kecemburuan dari saudara-saudaranya yang lain, sehingga Yusuf dibuang ke dalam sumur di Lembah Sinai.

Menurut beberapa riwayat, Nabi Ya'qub wafat pada usia 137 tahun. la wafat di Mesir, namun dimakamkan di kota Hebron, Palestina, tepatnya di Masjid Ibrahimi, bersama dengan nenek moyangnya, yakni Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq.

Nabi Ishaq Putra Nabi Ibrahim Seorang Nabi Yang Shalih dan Jujur

Nabi Ishaq adalah putra Nabi Ibrahim dari istri pertamanya, yaitu Siti Sarah. Nabi Ishaq dilahirkan di kota Hebron, Palestina. la diperkirakan lahir sekitar tahun 1897 SM, sedangkan Ismail empat tahun lebih tua dari Ishaq. Dan, Nabi Ishaq tumbuh dan besar di kota ini pula.

Dalam buku Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul; Menggali Nilai-Nilai Kehidupan Para Utusan Allah, Sami bin Abdullah al-Maghluts mengatakan bahwa saat Siti Sarah melahirkan Ishaq, usianya telah mencapai 90 tahun, sedangkan Nabi Ibrahim sudah berusia 120 tahun.

Sementara itu, dalam buku Atlas Al-Qur'an, Syauqi Abu Khalil mengatakan bahwa sesudah Siti Hajar dan Ismail diungsikan ke Makkah oleh Nabi Ibrahim, maka tak lama kemudian, Siti Sarah hamil. Awalnya, Siti Sarah dan Nabi Ibrahim tidak menyangka kalau masih dikaruniai keturunan karena usia mereka sudah lanjut.

Kabar gembira bahwa keduanya akan dikaruniai putra disampaikan oleh Malaikat Jibril dan beberapa malaikat lain. Saat itu, para malaikat ini diutus oleh Allah Swt. untuk menurunkan azab kepada kaum Nabi Luth yang telah banyak berbuat kemaksiatan. Sebelum mendatangi kaum Nabi Luth, para malaikat tersebut singgah di kediaman Nabi Ibrahim untuk memberikan kabar gembira bahwa Nabi Ibrahim akan dikaruniai seorang putra. Mendengar pembicaraan para malaikat itu dengan suaminya, Siti Sarah tidak percaya dan tidak mungkin hamil karena usianya sudah lanjut. Kisah ini diabadikan dalam al-Qur'an, sebagaimana berikut:
QS Hud 72-73
"Istrinya berkata, 'Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya, ini benar-benar suatu yang sangat aneh.' Para malaikat itu berkata, 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai Ahlulbait! Sesungguhnya, Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." (QS. Hud [11]: 72-73)

Allah Swt. mengangkat Nabi Ishaq menjadi nabi dan rasul untuk membimbing kaum Kan'an menuju jalan-Nya. la meneruskan dakwah yang disampaikan oleh ayahnya, Nabi Ibrahim, agar senantiasa mengesakan Allah Swt. dan meninggalkan sesembahan berhala-berhala.

Nabi Ishaq mewarisi sifat ayahnya yang dikenal sebagai seorang nabi yang sangat shalih dan jujur. Allah Swt. telah menganugerahkan kepadanya berbagai keistimewaan dengan sifat kelembutan, kasih sayang, sabar, dan tidak mudah marah, serta memiliki perhitungan yang matang sebelum melakukan sesuatu.

Seperti beberapa nabi lainnya, kisah Nabi Ishaq tidak banyak diceritakan, baik dalam al-Qur'an maupun dalam riwayat-riwayat lain, la diperkirakan wafat pada tahun 1717 SM, dalam usia 180 tahun. Selanjutnya, ia dimakamkan di kota Hebron bersama ayahnya di Masjid Ibrahim.

Kisah Penyembelihan Nabi Ismail Oleh Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim merupakan rasul yang memiliki ketabahan dan kesabaran yang luar biasa. Itulah sebabnya, ia tergolong dalam ulul 'azmi. Salah satu ujian terberat Nabi Ibrahim adalah ketika diperintahkan untuk mengorbankan putranya, Ismail.

Pada suatu hari, Nabi Ibrahim bermimpi diperintah oleh Allah Swt. untuk menyembelih Ismail. Nabi Ibrahim pun menyampaikan mimpinya kepada anak dan istrinya (Siti Hajar dan Ismail). Siti Hajar dan Ismail sepakat, apabila mimpi tersebut merupakan wahyu dari Allah Swt., maka harus dilaksanakan. Ismail rela dan ikhlas dirinya dijadikan qurban. Sungguh, anak yang berbakti dan shalih. la sangat patuh pada ajaran agama dan berbakti kepada orang tuanya.

Pada hari yang ditentukan, yaitu pada tanggal 10 Dzulhijjah, dilaksanakanlah penyembelihan terhadap Ismail. Akan tetapi, rupanya setan tidak terima kalau keluarga yang shalih ini (Nabi Ibrahim dan keluarganya), melaksanakan perintah Allah Swt. Setan mencoba menjerumuskan mereka.

Pertama-pertama, setan mendatangi Nabi Ibrahim. Setan mencoba menggoda dan merayu Nabi Ibrahim agar tidak mengorbankan putra yang selama ini didamba-dambakannya. Namun, Nabi Ibrahim bergeming. Bahkan, Nabi Ibrahim melempari setan itu dengan batu sebanyaktujuh kali hingga setan tersungkur.

Tidak berhasil menggoda Nabi Ibrahim, setan berpaling kepada Siti Hajar. Tetapi, Siti Hajar juga tidak mempan oleh rayuan menyesatkan dari setan. la pun melempari setan itu dengan tujuh buah batu. Setan tidak menyerah. la mencoba merayu Ismail agar tidak mau dijadikan qurban dan mengatakan bahwa Ismail masih muda, masa depannya masih panjang. Akan tetapi, Ismail tetap teguh pada keimanannya, ia patuh pada perintah dari Allah Swt. Ismail pun melempari setan sebagaimana yang dilakukan oleh ayah dan ibundanya.

Menurut sebuah riwayat, dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim melempar setan di Jumrah Aqabah, Siti Hajar di Jumrah Wustha, sedangkan Ismail di Jumrah Ula. Peristiwa pelemparan terhadap setan inilah yang kemudian menjadi salah satu ritual dalam haji, yaitu melempar jumrah.

Jamaah haji sedang melempar Jumrah


Adapun jarak antara Jumrah Aqabah dengan Jumrah Wustha adalah 247 m. Sedangkan, jarak antara Jumrah Wusta dengan Jumrah Ula ialah sekitar 200 m.

Setelah terbebas dari gangguan setan, Nabi Ibrahim melaksanakan mimpinya untuk menyembelih Ismail. Pedang pun diayunkan ke leher Ismail. Akan tetapi, sebelum pedang itu sampai ke leher Ismail, Malaikat Jibril, atas perintah Allah Swt., telah menggantinya dengan seekor domba. Peristiwa ini menjadi awal mula penyembelihan hewan qurban oleh kaum muslimin, yang dilaksanakan setiap Hari Raya Idul Adha, pada tanggal 10 Dzulhijjah.

Nabi Ibrahim Mendapat Perintah Mendirikan Ka'bah

Setelah beberapa waktu tinggal di Makkah, pada suatu hari, Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah Swt. untuk mendirikan Ka'bah di dekat sumur zamzam. Hal itu diberitahukan kepada anaknya, Ismail. Kemudian, keduanya sepakat untuk membangun Baitullah yang akan mereka gunakan sebagai tempat untuk beribadah kepada Allah Swt.

Pada saat membangun rumah suci itu, Nabi Ibrahim dan Ismail meletakkan sebuah batu besar berwarna hitam mengkilat. Sebelum meletakkan batu itu, diciumnya sambil mengelilingi bangunan Ka'bah. Hingga saat ini, batu tersebut masih bisa kita saksikan di dekat Ka'bah. Itulah Hajar Aswad, yang menurut beberapa riwayat, batu hitam itu berasal dari surga. Setelah bangunan itu selesai, Allah Swt. mengajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail tata cara beribadah menyembah-Nya.
Hajar Aswad
Hajar Aswad

Selain Hajar Aswad, ada peninggalan lain dari Nabi Ibrahim ketika membangun Ka'bah, yaitu Maqam Ibrahim. Selama ini, ada persepsi yang salah di kalangan masyarakat. Sebagian menganggap bahwa Maqam Ibrahim adalah kuburan Nabi Ibrahim. Sebenarnya, Maqam Ibrahim merupakan sebuah prasasti yang berbentuk kotak dengan dua lubang di atasnya.

Lubang tersebut berbentuk pahatan yang mengikuti jejak kaki Nabi Ibrahim saat membangun Ka'bah. Dengan kata lain, Maqam Ibrahim ialah tempat Nabi Ibrahim berdiri ketika membangun Ka'bah bersama putranya, Nabi Ismail. Prasasti ini diletakkan dalam rumah kaca di samping Multazam.

Dari gambar tersebut bisa dilihat, warna Maqam Ibrahim menyerupai warna perunggu, agak kehitam-hitaman. Cetakan kaki tersebut terbuat dari besi dan diletakkan di rumah kaca, yang bertujuan menghindari kerusakan jejak kaki Nabi Ibrahim tersebut.

Adapun bentuk jejak kaki di Maqam Ibrahim memiliki kedalaman yang berbeda. Satu bagian sedalam 10 cm, sedangkan bagian lainnya memiliki kedalaman 9 cm. Secara keseluruhan, prasasti itu panjangnya mencapai 22 cm, dan lebarnya 11 cm. Dengan mencermati ukuran telapak kaki itu, ahli sejarah Islam, Syekh Mohd. Tahiral-Kurdi memperkirakan, Nabi Ibrahim memiliki ukuran tubuh yang lebih kurang sama dengan kebanyakan manusia sekarang.
Maqam Nabi Ibrahim yang berada di sebelah Ka'bah
Maqam Nabi Ibrahim yang berada di sebelah Ka'bah

Di dekat Ka'bah, kita juga bisa menyaksikan Hijir Ismail. Menurut beberapa riwayat, Hijir Ismail adalah tempat Nabi Ibrahim meletakkan istrinya, Siti Hajar, dan putranya, Ismail. Dengan kata lain, Hijir Ismail merupakan tempat tinggal Siti Hajar dan Ismail. Beberapa riwayat juga ada yang meriwayatkan bahwa Nabi Ismail dan Siti Hajar dimakamkan di Hijir Ismail.

Meskipun Hijir Ismail terletak di luar Ka'bah, namun sebenarnya masih merupakan bagian dari Ka'bah. Pada masa sebelum datangnya Islam, bangsa Quraisy telah memasukkan sebagian dari Ka'bah ke dalam Hijir, karena saat itu mereka kekurangan dana ketika membangunnya kembali setelah dipugar. Ketika Abdullah bin Zubair menguasai Makkah, ia memugar Ka'bah dan membangunnya kembali, dan memasukkan kembali bagian Ka'bah yang dikeluarkan oleh Quraisy ke Hijir. Tetapi, setelah terbunuhnya Ibnu Zubair, Hajjaj mengembalikannya lagi ke dalam Hijir, dan membangun dinding di atas pondasi yang dibangun oleh Quraisy, dan demikianlah hingga sekarang.

Sejak terpisahnya dari Ka'bah, Hijir Ismail mengalami beberapa kali perbaikan. Adapun orang yang pertama kali yang memperbaiki Hijir Ismail dengan memasang marmer pada pilar Hijir adalah Abu Ja'far Manshur, Khalifah Bani Abbasiah, pada tahun 140 H. Beberapa perbaikan lain terus dilakukan setiap waktu hingga saat ini.

Kisah Nabi Ismail As. dan Munculnya air Zamzam

Nabi Ismail adalah putra Nabi Ibrahim dari istri kedua, yaitu Siti Hajar. Awalnya, Siti Hajar adalah budak kecil Raja Mesir yang diberikan kepada Siti Sarah, yang setelah besar dijadikan istri oleh Nabi Ibrahim. Pada saat itu, istrinya yang pertama, yaitu Siti Sarah, sedari muda sudah mandul. Siti Sarah baru memperoleh keturunan setelah usianya sudah agak lanjut. la dikaruniai seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Ishaq.

Kehidupan rumah tangga Nabi Ibrahim kurang harmonis setelah Siti Hajar melahirkan putra pertama Nabi Ibrahim. Rupanya, Siti Sarah kurang senang apabila selalu berdekatan dengan madunya, seperti halnya watak wanita pada umumnya, apalagi madunya itu sudah mempunyai anak, sedangkan ia sendiri masih belum.

Untuk menghindari ketidaknyamanan dalam keluarganya, kemudian Nabi Ibrahim membawa pindah Siti Hajar bersama bayinya, Ismail, ke Makkah, yang saat itu masih berupa lautan padang pasir dan belum ada seorang manusia pun di sana. Hal ini dikisahkan dalam al-Qur'an berikut:

QS Ibrahim 37
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku dilembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim [14]: 37)

Setelah itu, Nabi Ibrahim kembali ke istrinya yang pertama,yaitu Siti Sarah di negeri Syam. Sementara itu, Siti Hajar dan bayinya tinggal di kota Makkah yang tidak berpenghuni. Karena kondisi Makkah yang sangat panas dan merupakan padang yang tandus, Siti Hajar pun mulai kehabisan air. la merasa sangat haus. Akibatnya, air susunya pun semakin berkurang, sehingga bayinya (Ismail) ikut menderita karena kekurangan air susu. la pun terus menangis.

Karena panik dan bingung, Siti Hajar berusaha mencari air ke mana-mana. Di kejauhan, ia seperti melihat adanya air. Namun, setelah mondar-mandir antara Bukit Shafa dan Marwa, ia tetap tidak memperoleh air yang dicari. Hingga sekarang, peristiwa tersebut dijadikan sebagai salah satu rukun ibadah haji, yaitu Sa'i (pulang balik antara Bukit Shafa dan Marwa) sebanyak tujuh kali, dengan membacakan nama kebesaran Allah, menyucikan dan mengagungkan-Nya.

Setelah cukup lama Siti Hajar bolak-balik mencari air, lalu ia mendengar suara (suara Jibril) yang membawa dan menunjukkan Siti Hajar ke suatu tempat. Di sana, dihentakkan kakinya ke bumi, maka terpancarlah mata air yang sangat jernih dari dalamnya. Hajar pun dengan segera mengambil air tersebut untuk memberi minum kepada si buah hati, Ismail.

Awalnya, mata air itu meluap ke mana-mana, kemudian malaikat berkata, "Zamzam," yang artinya (berkumpullah). Kemudian, mata air itu pun berkumpul. Dan, sampai sekarang, mata air itu dinamakan sebagai air zamzam.

Dengan segala kekuasaan dan keagungan-Nya, Allah Swt. menjadikan air zamzam sebagai rahmat kepada Siti Hajar dan Ismail. Bahkan, air yang dianggap sebagai air yang paling baik di dunia ini tidak pernah kering sampai sekarang, walaupun setiap hari dipergunakan oleh banyak manusia yang mengambilnya.

Sumur Zamzam
Sumur Zamzam

Beberapa tahun setelah Siti Hajar dan Ismail ditinggalkan di gurun Arab tersebut, Ibrahim kembali ke Makkah untuk menemui istri dan anaknya. Alangkah terkejutnya beliau ketika melihat tempat itu sudah menjadi sebuah desa yang subur dan makmur, sedangkan Siti Hajar hidup bahagia bersama putranya Ismail. Siti Hajar menceritakan semua kejadian yang dialaminya selama ditinggal oleh suaminya. Mendengar cerita sang istri, Nabi Ibrahim sangat bersyukur dan memuji kebesaran Allah Swt. yang telah mengabulkan doanya ketika meninggalkan istri dan putranya.

Tempat Tinggal Umat Nabi Luth As. (Sodom dan Gomorrah)

Sebagaimana penjelasan sebelumnya, umat Nabi Luth akhirnya dibinasakan oleh Allah Swt. dengan gempa bumi yang sangat dahsyat. Peristiwa tersebut dikisahkan dalam firman-Nya berikut:

QS HUUD 82
"Maka, tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi." (QS. Huud[11]:82)

Demikianlah kaum yang durhaka itu dimusnahkan. Sedangkan, Nabi Luth bersama para pengikut dan keluarganya, kecuali istrinya, diselamatkan dari azab yang dahsyat. Dalam Perjanjian Lama disebutkan bahwa Nabi Luth berimigrasi bersama Nabi Ibrahim.

Lantas, di manakah sebenarnya kota Sodom yang dihancurkan itu?

Hingga ribuan tahun, tidak ada yang berhasil menemukan petunjuk mengenai kota seperti yang digambarkan di dalam al-Qur'an, karena memang tak pernah ada orang yang sungguh-sungguh mencarinya. Hingga pada tahun 1924, seorang ahli purbakala bernama William Albright, berangkat menuju Laut Mati untuk melakukan penelitian. Beberapa orang yang bersamanya jelas mencari keberadaan sisa-sisa Sodom dan Gomorrah (tempat tinggal kaum Nabi Luth). Mereka mengitari pantai tenggara dari Laut Mati hingga mereka akhirnya tiba di situs purbakala Bab-edh-dhra.

Bab-edh-dhra (dibaca: Babhedra), merupakan situs zaman perunggu, namun tak ada petunjuk jika situs itu merupakan bekas sebuah kota. Tampaknya, daerah itu merupakan daerah pemakaman. Namun, Albright tak memiliki sumber daya untuk melakukan penggalian di tempat tersebut.

Penggalian di situs pemakaman tersebut baru dilakukan hampir 50 tahun kemudian, yang dipimpin oleh ahli purbakala, Paul Lapp, pada tahun 1967. Setelah tim peneliti ini melakukan penggalian, banyak sekali bekas reruntuhan dan berbagai artefak yang berhasil mereka temukan.

Dalam penggalian itu, berhasil diidentifikasi bahwa Bab-edh-dhra merupakan makam terbesar khas zaman perunggu, panjangnya 15 m dan lebarnya 7 m. Di tempat tersebut, mereka menemukan makam berisi perhiasan emas dan menggali lebih 700 tembikar yang merupakan hadiah penguburan, termasuk tempat parfum kecil dan banyak benda lain seperti kain. Situs ini sungguh menakjubkan. Makam tersebut telah digunakan selama 1000 tahun lamanya, sejak zaman Ibrahim hingga penghancuran Sodom. Akan tetapi, tidak ada satu pun petunjuk keterkaitan antara pemakaman kuno itu dengan kota Sodom yang menjadi tempat tinggal umat Nabi Luth.

Namun, ada yang misterius di situs pemakaman tersebut. Sekitar tahun 2350 SM, penguburan itu mendadak berhenti dan tidak diketahui penyebabnya. Banyak hal yang tidak bisa disimpulkan mengapa suatu situs tak ditempati lagi. Penyebab pada umumnya mungkin persediaan air mengering, lingkungan berubah, iklim berubah, atau orang-orangnya dibasmi total.

Selama beberapa tahun, para ahli purbakala memperluas pencarian untuk mencari tanda-tanda keberadaan kota yang hilang itu. Mereka akhirnya berhasil menemukan petunjuk, ada jejak kehidupan manusia di sisi bukit yang menghadap ke arah pemakaman. Banyak batu tersusun membentuk tembok yang mereka temukan, pecahan-pecahan tembikar, dan sisa-sisa tanah liat yang sangat banyak. Itulah awal langkah mereka untuk mencari jejak Sodom dan Gomorrah sebagaimana yang dikisahkan di dalam kitab suci.

Penelitian terkait dengan kota yang hilang itu terus dilakukan. Berbekal keterangan yang terdapat di dalam al-Qur'an, para peneliti mulai menemukan titik terang. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Huud [11]: 82, kota Sodom dijungkirbalikkan (dilanda gempa bumi yang dahsyat) dan dihujani dengan batu belerang yang panas. Kejadian yang menimpa kaum Luth yang disebutkan dalam al-Qur'an itu, diperkirakan terjadi antara rentang waktu 2.500-1.800 SM.

Fakta bahwa kaum Nabi Luth diazab dengan gempa bumi dan letusan gunung api telah dibuktikan. Terkait ini, seorang ahli arkeologi Jerman bernama Werner Keller mengatakan bahwa bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar di Laut Mati, yang persis melewati daerah Lembah Siddim, termasuk Sodom dan Gomorrah, dalam satu hari terjerumus ke kedalaman. Kehancuran mereka terjadi melalui sebuah peristiwa gempa bumi dahsyat, yang kemungkinan juga disertai letusan, petir, keluarnya gas alam, serta lautan api.

Fakta tersebut memang sangat cocok dengan Danau Luth atau yang lebih dikenal dengan Laut Mati. Sebab, Laut Mati terletak tepat di puncak suatu kawasan seismik aktif, yaitu daerah gempa bumi. Dasar dari Laut Mati berdekatan dengan reruntuhan yang berasal dari peristiwa tektonik. Lembah ini terletak pada sebuah tegangan yang merentang antara Danau Taberiya di Utara dan tengah-tengah Danau Arabah di Selatan.

Menurut Werner Keller, pergeseran patahan membangkitkan tenaga vulkanik yang telah tertidur lama sepanjang patahan. Di lembah yang tinggi di Yordania dekat Bashan, masih terdapat kawah yang menjulang dari gunung api yang sudah mati; bentangan lava yang luas dan lapisan basal yang dalam yang telah terdeposit pada permukaan batu kapur.

Pernyataan senada juga pernah disampaikan oleh National Geographic edisi Desember 1957. National Geographic menyatakan bahwa Gunung Sodom adalah tanah gersang dan tandus yang muncul secara tajam di atas Laut Mati. Belum pernah seorang pun menemukan kota Sodom dan Gomorrah yang dihancurkan. Namun, para akademisi percaya bahwa mereka berada di lembah Siddim yang melintang dari tebing terjal ini. Kemungkinan, air bah dari Laut Mati menelan mereka setelah gempa bumi.

Bukti bahwa kawasan Laut Mati pernah dilanda letusan gunung api dan gempa bumi terlihat dari bekas lava dan lapisan basal yang ada di daerah tersebut. Jadi, ayat al-Qur'an yang telah dijelaskan sebelumnya sangat cocok dan menunjukkan bahwa kaum Sodom dibinasakan dengan gempa bumi yang mengakibatkan letusan gunung api di atas permukaan bumi dengan akibat yang dahsyat, serta retakan dan reruntuhan yang ditimbulkannya.

Secara geologis, juga bisa dibuktikan bahwa Laut Mati memang merupakan bekas tinggal kaum Nabi Luth yang dijungkirbalikkan dengan gempa bumi yang sangat dahsyat. Laut Mati diperkirakan berada 400 m di bawah permukaan Laut Tengah. Karena lokasi terdalam dari danau tersebut adalah 400 m, maka dasarnya berada di kedalaman 800 m di bawah Laut Tengah. Inilah titik yang terendah di seluruh permukaan bumi. Di daerah lain yang lebih rendah dari permukaan laut, paling dalam adalah 100 m.

Hal menarik lain dari Laut Mati adalah kandungan garamnya yang sangat tinggi, kepekatannya hampir mencapai 30%. Itulah sebabnya, hampir tidak ada organisme yang dapat hidup di dalam laut tersebut. Sehingga, laut ini pun lebih sering disebut sebagai "Laut Mati".
Laut Mati yang diperkirakan sebagai tempat tinggal kaum nabi Luth
Laut Mati

Berbagai analisis menyebutkan bahwa Laut Mati merupakan bekas umat Nabi Luth memang cukup meyakinkan. Jika dilihat dari karakteristiknya, maka bukti menunjukkan bahwa peristiwa bencana yang diceritakan dalam al-Qur'an memang terjadi di Laut mati.

Apabila dilihat dari geologisnya, pada pantai timur Laut Mati, Semenanjung Al-Lisan menjulur seperti lidah jauh ke dalam air. Dari daratan, tidak tampak bahwa tanah berguguran di bawah permukaan air pada sudut yang sangat luar biasa, memisahkan laut menjadi dua bagian. Di sebelah kanan semenanjung, lereng menghunjam tajam ke kedalaman 1200 kaki. Sedangkan, di sebelah kiri semenanjung, secara luar biasa kedalaman air tetap dangkal. Penelitian yang dilakukan oleh ahli purbakala selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa kedalamannya hanya berkisar antara 50-60 kaki. Bagian dangkal mulai dari semenanjung Al-Lisan sampai ke ujung paling selatan inilah awalnya yang merupakan Lembah Siddim.

Menurut perkiraan Werner Keller, bagian dangkal tersebut, yang ditemukan terbentuk belakangan, merupakan hasil dari gempa bumi dahsyat. Di lokasi inilah, kaum Nabi Luth bertempat tinggal, yaitu di kota Sodom dan Gomorrah.

Berdasarkan foto citra satelit yang pernah dilakukan, diketahui bahwa kawasan Laut Mati merupakan daerah yang dapat dilintasi dengan berjalan kaki. Namun sekarang, Lembah Siddim, tempat Sodom dan Gomorrah dahulunya berada, ditutupi oleh permukaan datar bagian Laut Mati yang rendah. Keruntuhan dasar danau akibat bencana alam dahsyat yang terjadi pada awal milenium ketiga sebelum Masehi mengakibatkan air garam dari utara mengalir ke rongga yang baru terbentuk ini dan memenuhi lembah sungai dengan air asin.

Saat ini, pemandangan yang indah dapat disaksikan di Laut Mati. Jika seseorang naik perahu melintasi Danau Luth ke titik paling utara dan matahari sedang bersinar pada arah yang tepat, maka ia akan melihat sesuatu yang sangat menakjubkan. Di bawah permukaan air, tampak pemandangan yang sangat menakjubkan, yaitu gambaran bentuk hutan yang diawetkan oleh kandungan garam Laut Mati yang sangat tinggi. Batang dan akar di bawah air yang berwarna hijau berkilauan terlihat sebagai peninggalan masa lalu. Di Lembah Siddim inilah, tampak cukup jelas pepohonan yang dahulu kala bermekaran daunnya menutupi batang dan ranting dan merupakan salah satu tempat terindah di daerah ini.

Dari hasil penelitian para ahli geologi diketahui bahwa struktur Sungai Sheri'at dan Danau Luth hanya merupakan sebagian kecil dari rekahan atau patahan yang melintas dari kawasan bumi tersebut. Belakangan juga berhasil diketemukan kondisi dan panjang rekahan ini.

Rekahan tersebut berawal dari tepian Gunung Taurus, memanjang ke pantai selatan Danau Luth, berlanjut melewati Gurun Arabia ke Teluk Aqaba, dan terus melintasi Laut Merah, dan berakhir di Afrika. Di sepanjang rekahan itu, dapat dilihat kegiatan-kegiatan vulkanis yang kuat. Batuan basal hitam dan lava terdapat di Gunung Galilea di Palestina, daerah dataran tinggi Yordania, Teluk Aqaba, dan daerah sekitarnya. Inilah lava yang menghujani kaum Nabi Luth, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur'an.

Penemuan kota Sodom dan Gomorrah juga tidak lepas dari peran citra satelit. Melalui citra satelit inilah, berhasil diketahui letak kaum Nabi Luth.

Dari penelitian yang terus dilakukan oleh para ahli purbakala, juga telah ditemukan beberapa reruntuhan dari kota yang terkubur di dalam danau. Reruntuhan tersebut berhasil ditemukan di tepian danau. Peninggalan ini menunjukkan bahwa kaum Luth telah memiliki standar hidup yang cukup tinggi, dan mereka merupakan kaum yang memiliki peradaban yang cukup maju.

Sebagian ahli masih meragukan bahwa Laut Mati merupakan bekas tempat tinggal kaum Nabi Luth yang telah dibinasakan oleh gempa dahsyat dan letusan gunung berapi itu. Meskipun demikian, dari beberapa bukti yang berhasil ditemukan oleh para ahli purbakala dan analisis retakan atau patahan yang terdapat di Laut Mati, maka kemungkinan besar, di Laut Mati inilah kaum Nabi Luth pernah bermukim dan dihancurkan oleh Allah Swt.